Postingan

Menampilkan postingan dari 2022

Aku berharga?

Sudah berapa hari ini pertanyaan yang sama sering terlintas, “apa ya arti kehadiranku dalam hari-hari orang lain?” atau, “kira-kira aku layak tidak ya berada di sini?”. Sudah berapa lama ini aku berlari ke sana ke mari hanya untuk berusaha membuat pertanyaan-pertanyaan itu lenyap dari pikiranku. Karena, setiap mereka hadir, hariku menjadi redup. Mereka hobi menarik senyumku dan membuat lengkungan itu turun. Hari demi hari, minggu, hingga bulan terlewati dengan pertanyaan yang sama terus menari-nari dalam otakku. Meresahkan sekali, pikirku. Kenapa yang seperti ini terus hadir, bukan ini yang diharapkan. Bukannya apa, tapi itu sungguh menyiksa. Teriakkan dan isak tangis yang muncul bersamaan dengannya tak lain hadir hanya untuk membuat badan ini remuk bahkan hancur. Sampai suatu hari, di sudut ruang itu, aku memberanikan diri untuk berbicara pada cermin, pada diri sendiri, memberanikan diri untuk menatap raga yang terseok itu. “Kenapa terus bertanya-tanya arti kehadiranmu bagi raga lain,

Tembok yang kubangun sendiri.

Hi, sudah lama tak bersua? Bagaimana kabarnya? Semoga kebahagiaan selalu menyertai, atau paling tidak, ketenangan selalu hadir. Belakangan ini, aku dibuat sibuk oleh diriku sendiri. Sibuk mengaduk semen dan menata bata, untuk membuat tembok yang mengelilingi hidupku, untuk membuatku tetap aman, untuk memberiku kehangatan. Entah sudah berapa lama keringat bercucuran selama pembangunan tembok berlapis itu. Aku terus memastikan ia cukup kokoh untuk melindungiku. Pernah merasakannya juga? Kalau pernah, berarti kita nggak sendiri yah. Sekian lama ini aku berpikir, bagaimana cara membuat tembok itu semakin kuat dan kokoh? Bagaimana cara membuat diriku tetap aman? Karena terlalu banyak yang sudah ku lihat. Kekejaman dunia, pahitnya kehidupan, dan jahatnya semesta. Terkadang, aku hanya ingin bahagia, tanpa campur tangan lingkungan luar. Awalnya nyaman dan hangat. Aku kira beberapa saat lagi aku akan menemukan bahagiaku. Satu hari, dua hari, minggu, bulan, hingga tahun, tak kunjung ku temui bah

Siapa?

Di sudut itu, seorang gadis tertunduk. Tak ada yang dapat dilihat darinya selain lengan yang terlipat dibaluti garis-garis yang menghitam, beberapa darinya memudar, kaki telanjangnya dengan kuku yang membiru, dan rambut panjangnya terjuntai indah, bagi ia yang dapat melihatnya. Gadis itu tidak sendiri. Ia memiliki penjaga di sisinya, yang tak lain adalah kesunyian. Jika diperhatikan, tubuh mungilnya mulai bergetar seiring cipratan berwarna biru menjalar naik melalui kakinya. Jemari ringkih yang hampir tidak dapat diregangkan itu bertaut satu dengan lainnya, berusaha memanggil teman yang telah lama pergi, kehangatan.  Entah sudah berapa lama gadis itu terduduk di sana, namun melalui angin yang berhembus, alam berkata, "sudah cukup lama. cukup bagi gadis lain seumurannya untuk mendapat gelar sarjananya." Alam hanya menggeleng ketika sebuah pertanyaan mengudara, "apa yang terjadi?"  Ia tersenyum pahit seiring mengingat masa ketika gadis itu pertama datang dan mendudukk