Tembok yang kubangun sendiri.

Hi, sudah lama tak bersua? Bagaimana kabarnya? Semoga kebahagiaan selalu menyertai, atau paling tidak, ketenangan selalu hadir. Belakangan ini, aku dibuat sibuk oleh diriku sendiri. Sibuk mengaduk semen dan menata bata, untuk membuat tembok yang mengelilingi hidupku, untuk membuatku tetap aman, untuk memberiku kehangatan. Entah sudah berapa lama keringat bercucuran selama pembangunan tembok berlapis itu. Aku terus memastikan ia cukup kokoh untuk melindungiku.

Pernah merasakannya juga? Kalau pernah, berarti kita nggak sendiri yah. Sekian lama ini aku berpikir, bagaimana cara membuat tembok itu semakin kuat dan kokoh? Bagaimana cara membuat diriku tetap aman? Karena terlalu banyak yang sudah ku lihat. Kekejaman dunia, pahitnya kehidupan, dan jahatnya semesta. Terkadang, aku hanya ingin bahagia, tanpa campur tangan lingkungan luar.

Awalnya nyaman dan hangat. Aku kira beberapa saat lagi aku akan menemukan bahagiaku. Satu hari, dua hari, minggu, bulan, hingga tahun, tak kunjung ku temui bahagia itu.

Sebaliknya, tembok itu justru mengurungku. Tembok itu membuatku sesak, berkeringat, dan lemas. Tembok yang ku harap melindungiku, justru menyayatku perlahan.

Kadang aku bertanya, ingin bahagia, kenapa susah sekali, sih? Ingin tenang, kenapa dunia sangat ribut dengan berbagai kicauan manusia? Baik dari mulut mereka yang memang baik, ataupun yang berniat jahat. Lalu bagaimana caraku bisa bahagia?

Pertanyaan itu terus terputar dalam benakku selama beberapa waktu, hingga terkadang, aku lupa kalau masih ada banyak hal lain yang layak untuk dipertanyakan dan diperjuangkan, selain kebahagiaan. Berusaha menghempas segala hal yang ingin memasuki tembok itu, justru menjadi malapetaka untukku.

Butuh beberapa waktu untuk tersadar, bahwa bukan tembok itu yang ku butuhkan. Aku tidak butuh tembok untuk melindungiku. Aku hanya butuh diriku untuk melindungiku, diriku seutuhnya. Karena selama di dalamnya, tembok itu hanya diam dan diriku yang terus-terusan menyelamatkanku. Tembok itu hanya menjadi pembatas antara diriku dan kebahagiaan yang mengudara di dunia bebas. Butuh beberapa waktu untukku menyadari bahwa, bahagia tidak perlu dicari. Bahagia tidak dapat ditemukan begitu saja, apalagi di dalam tembok usang itu. Tak kusadari, ternyata selama di dalam tembok itu, banyak bahagia menghampiri, namun mereka tidak dapat masuk karena kekokohan tembok yang sudah ku bangun dengan campuran rasa takut dan khawatir. 

Butuh cukup lama untukku menyadari bahwa yang kubutuhkan adalah sejumput keberanian yang harus ku pupuk agar ia tumbuh rimbun, bukan tembok bata dengan penguat rasa takut yang ku pelihara. Yang ku butuhkan adalah keberanian sebagai kapak untuk menghancurkan tembok itu dan menerima dunia luar. Menerima uluran tangan raga lain, menerima senyum manis raga yang berlalu lalang, serta menerima hangatnya peluk dari raga yang hadir.

Butuh waktu lebih dari yang kubayangkan untuk menyadari bahwa dunia tidak selamanya buruk. Dunia tidak sepenuhnya jahat. Hal itu terbukti dari sesaat setelah ku hancurkan tembok itu, banyak sekali raga yang mengulurkan tangan, banyak senyum yang menyapa, banyak hangat yang menyelimuti.

Satu hal yang ku sadari sedikit terlambat; aku terlalu fokus mencari pada satu titik, di dalam tembok itu, padahal banyak sudut di luar yang lebih indah dari pencarianku.

Hanya karena terlalu takut, terlalu khawatir, aku tak sadar, keluar lebih membahagiakan ketimbang berusaha menciptakan kebahagiaan di dalam tembok itu dengan ribuan cucuran keringat menyertai.

Pesan dariku untuk kamu, raga yang masih berjuang. Kuatkan kuda-kuda kakimu. Carilah keberanian walau hanya setitik dalam dirimu. Karena setiap langkah maju yang kau ambil, akan menjadi pupuk baginya untuk tumbuh. Dengan begitu, semesta akan menemukan cara untuk mengantarkan kebahagiaan untukmu. Takut dan khawatir itu manusiawi, tapi membatasi diri hanya karena takut dan khawatir itulah yang kurang tepat. 


Sampai di sini dulu ya, esok kita ngobrol lagi. Untuk kamu, berani ya. Apapun yang terjadi, semua akan berbuah indah. Percayalah.


-sei. 13.05.22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tenggelam Dalam Pikiran.

Aku berharga?