Tenggelam Dalam Pikiran.

Hari Senin. Hmm.. Semoga, atas apa yang telah terjadi pada semestamu, tidak akan pernah menyurutkan niat dan energimu untuk kembali menempuh jalan terbaik, ya? Semoga, atas apa yang telah tertinggal jauh di belakang, mampu menguatkan kuda-kuda kakimu untuk terus menatap apa yang ada di hadapanmu sekarang dan tidak berbalik, untuk menyesalinya.

Hai, udah lama, ya, tidak bersapa.. Bagaimana hari-harimu? Ku rasa, banyak sekali hal yang telah terjadi belakangan ini. Ku rasa, skenario semesta semakin beragam. Keberagaman itu telah berhasil membungkamku, menenggelamkanku jauh dalam pemikiranku sendiri. Mungkin, itu salah satu sebab lamanya waktu istirahat yang ku ambil pada hari-hari yang lalu.

Bicara mengenai skenario semesta, kurasa.. Tiap insan memiliki kisahnya sendiri, kan? Ada yang terus berputar di atas, ada yang terkadang berputar di bawah kemudian berpindah ke atas, ada juga yang terasa selalu berputar di bawah. Yah, kurang lebihnya seperti itu jika membicarakan sesuatu dari sudut pandang diri sendiri, atau mungkin mirip dengan tenggelam dalam pikiran sendiri.

Berputar di atas.

Gimana, sih, itu? Terus berputar di area ata? Atau gimana?

Kadang, aku tenggelam dalam perang dingin suara dalam otakku sendiri. Dia yang terlihat sempurna, didukung dengan kehidupan yang sempurna, lingkungan yang sempurna. Enak, ya? Rasanya seperti, seribu perjuangan yang kulakukan takkan sebanding dengan satu aksi yang dilakukannya, dengan kata lain, wah, lamban sekali diriku.

Atau, berputar di bawah, namun terkadang juga di atas. Kadang, melihat mereka yang sedang di atas, membuat raga ini berpikir, bagaimana bisa? Lalu kemudian, timbul-lah pandangan pada saat-saat ia berada di bawah. Setelahnya, perang kembali terjadi dalam pikiran, "bisa ya, gitu? Nampaknya semua mudah untuknya."

Atau, berputar di bawah. Kalau yang satu ini, lebih sering memandangnya dalam hidup sendiri. Rasanya, seperti raga ini tak pernah naik ke atas, terpuruk di bawah, kadang malah terinjak. Sudah di bawah, terinjak pula. Berat, ya? Sangat. Pikiran seperti itu sangat berat.

Terkadang, bukan dari luar yang memiliki dampak terbesar pada semesta masing-masing insan. Melainkan, dari perang dan pemikiran demikian yang mengambil peran terbesar dalam kendali semesta tiap insan. Kadang, pernah tidak berpikir, kenapa, ya? Seluruh pertanyaan "kenapa, ya?" itu mengambil alih kemudi dalam pikiran sendiri. Bahkan terkadang, menjadi nuklir dalam perang dingin yang terjadi pada raga sendiri. Nuklir itu kemudian memecah belah raga yang seharusnya bersatu dan saling menguatkan antar bagain satu dengan lainnya, berantakan. Yap, berantakan jadinya.

Berpikir tentang, "kenapa semua ini berat?"

"Kenapa, ragaku lagi?"

"Kenapa, mudah untuknya?"

Kenapa..Kenapa dan kenapa.

Kadang, setelah dipikirkan, pertanyaan kenapa itu justru adalah bebannya. Tak hanya pertanyaan kenapa, kadang, bagaimana juga sering singgah.

"Bagaimana jika..aku jatuh?"

"Bagaimana jika setelah semua ini, aku hilang?"

"Bagaimana nasib raga ini kedepannya?"

Singgahnya mereka kadang tak sebentar. Berhari-hari, minggu, bulan, bahkan tahun, yang pada akhirnya membuat titik hitam dalam pikiran sendiri, menjadi beban bagi raga ini untuk melangkah. Beban karena dengan hadirnya, langkah menjadi terasa berat. Tenggelam dalam air mata sendiri bak mandi air susu dalam spa ternama di negeri. Beban karena rasanya posisi 'atas' itu hilang dalam semesta raga ini.

Butuh waktu yang tak singkat pula untuk melepas titik hitam itu. Butuh bulan, bahkan tahun untuk kembali menyatukan raga yang pecah akibat perang dalam pikiran sendiri. Bukan karena siapa-siapa, bukan juga karena diri sendiri. Bukan salah siapa-siapa. Memang lumrah, memang berat, untuk siapapun. Titik hitam itu dapat hadir kapan saja. Jika raga ini diibaratkan sebuah benteng, prajurit sejati yang harus menahan kekokohan benteng itu agar tidak hancur lebur hanya karena sebuah titik hitam yang mampu menenggelamkan bahkan seluruh raganya. Prajurit itu hadir dari sesuatu yang bernama perdamaian. Perdamaian antara diri dengan lingkungan. Perdamaian antara diri dengan masalah. Perdamaian antara diri dengan diri sendiri.

Berdamailah, agar titik hitam itu tidak muncul. Berdamailah, agar ragamu tidak tenggelam. Berdamailah untuk menyelamatkan raga yang tak lain adalah dirimu sendiri.

Berdamailah, berbahagialah. Perlu diingatkan, kita tidak pernah sendiri dan luka akan sembuh, pada akhirnya.



-sei. 21.06.21. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tembok yang kubangun sendiri.

Aku berharga?