untuk diriku: kuat ya.

Entah sudah berapa kali aku terjatuh, terbanting, remuk.

Entah sudah berapa lama aku terpuruk di dasar jurang itu,

Entah sudah berapa pertanyaanku lontarkan kepada semesta.

Tak juga ku temukan jawabnya. Mengapa aku terjatuh, mengapa aku terbanting, mengapa aku remuk, mengapa harus aku yang terpuruk?

Bertanya sampai ke ujung dunia pun tidak menjaminku mendapatkan jawabannya.

Sudah mempersiapkan yang terbaik, sudah menghitung perkiraan, sudah berjaga-jaga -pun, akhirnya tetap terjatuh. Kadang, aku tak bisa mengelak bahwa tak jarang aku bertanya-tanya demikian. Mengapa? Mengapa aku?

Terkadang, semua yang sederhana itu menjadi rumit. Apalagi ketika aku sudah mulai membawanya keluar. Yap, keluar dari dalam diriku. Membaginya kepada orang lain. Orang yang tepat mungkin akan membantu, namun bagaimana dengan yang lain? Yang tadinya akan diharapkan menguatkan kepingan tubuh ini, justru malah menghempasnya menjadi kepingan yang lebih kecil. 

Lalu, apa? Ya, aku akan bertanya-tanya lagi, kenapa aku? 

Tidak semua hal yang dihadapi seseorang itu akan dimengerti oleh raga lain. Tidak mudah bagi seorang insan memahami beberapa situasi berbeda dari berbagai sudut pandang. Semakin lama aku semakin paham, pada akhirnya untuk menguatkan diri sendiri kita cuma butuh diri sendiri. Menyimpannya sendiri mungkin bisa menjadi racun, tapi menyimpan untuk menguatkan bisa menjadi jawabannya. 

Aku mulai membisikkan hatiku; cobalah untuk tenang. Cobalah untuk berhenti bertanya-tanya, mengapa? Itu tidak akan banyak membantu selain membantumu bertambah sengsara.

Terkadang, semua kejadian itu terjadi begitu saja. Kejadian yang meremukkan itu tidak terjadi hanya karena kita memang pantas mendapatkannya. Terkadang, ia hadir sebagai batu loncatan. Untuk kita mendudukin singgasana kehidupan, pada akhirnya. 

Berhenti bertanya, kenapa ini semua terjadi padaku? Berhenti bertanya, mengapa semua menjadi berat jika sudah menyangkut skenario hidupku? Berhenti bertanya, mengapa aku?

Gunakan waktu yang ada untuk memutar balik kejadian yang ada. Yang pahit itu, mungkin hanya terjadi padaku, mungkin tidak akan terjadi pada orang lain. Mungkin hanya 3 dari 10 manusia yang pernah mengalaminya. Dan mungkin dengannya, aku bisa duduk di singgasana yang lebih tinggi daripada yang lain. 

Ini bukan-lah toxic positivity, ini adalah pesan hangat yang sebaiknya setiap raga sampaikan kepada dirinya masing-masing. Sebuah pesan untuk meredam, menghibur, mengindahkan.


Sebuah pesan untuk menguatkan.


Katakan, untuk diriku: kuat ya.

Berhenti jika kau pikir kau harus berhenti. Kembalilah berjalan jika kau pikir kau siap melanjutkan. Karena dirimu adalah hal paling berharga yang harus kita jaga. 



-09.01.20. sei.




this pic was taken by me, the view from my window. Semarang, December 23rd 2020.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tenggelam Dalam Pikiran.

Siapa?

Awal Baru