Postingan

Teruntuk: aku.

Teruntuk: aku. sudah lama tak bersapa. bagaimana kehidupan? ku rasa tidak begitu lancar, yah. banyak kericuhan yang terjadi, entah dari lingkungan dan pengaruh luar, pun perang dingin yang terjadi dalam pikiran sendiri. bagaimana hidup? aman? haha. aman sih, tapi, yah begitulah. akhir-akhir ini, kericuhan yang terjadi itu, sering di luar batas. batas apa? batas tubuh berdiri tegak, batas mata mampu untuk menangkap cahaya dan bayangan, batas indera pendengar untuk mendengar hiruk piruk yang ada, batas atau limitasi diri sendiri. alih-alih memberi salam sambutan hangat, kericuhan itu datang mengobrak-abrik segala benda yang dilihatnya, dalam hidupku. teruntuk aku, mungkin skenario yang terjadi belakangan ini menghancurkanmu. mengecilkanmu menjadi partikel yang melayang-layang bersama molekul bebas. bisa jadi ia menghapusmu, hingga dirimu merasa kehilangan jati diri. untuk diriku, ingatlah, bahwa itu semua adalah hal yang wajar. lingkungan bisa melakukan hal-hal itu kepada mereka yang dii...

untuk diriku: kuat ya.

Gambar
Entah sudah berapa kali aku terjatuh, terbanting, remuk. Entah sudah berapa lama aku terpuruk di dasar jurang itu, Entah sudah berapa pertanyaanku lontarkan kepada semesta. Tak juga ku temukan jawabnya. Mengapa aku terjatuh, mengapa aku terbanting, mengapa aku remuk, mengapa harus aku yang terpuruk? Bertanya sampai ke ujung dunia pun tidak menjaminku mendapatkan jawabannya. Sudah mempersiapkan yang terbaik, sudah menghitung perkiraan, sudah berjaga-jaga -pun, akhirnya tetap terjatuh. Kadang, aku tak bisa mengelak bahwa tak jarang aku bertanya-tanya demikian. Mengapa? Mengapa aku? Terkadang, semua yang sederhana itu menjadi rumit. Apalagi ketika aku sudah mulai membawanya keluar. Yap, keluar dari dalam diriku. Membaginya kepada orang lain. Orang yang tepat mungkin akan membantu, namun bagaimana dengan yang lain? Yang tadinya akan diharapkan menguatkan kepingan tubuh ini, justru malah menghempasnya menjadi kepingan yang lebih kecil.  Lalu, apa? Ya, aku akan bertanya-tanya lagi, kenap...

Awal Baru

Banyak orang bilang, tahun sudah berganti. Beranjak-lah. Lupakan yang sudah berlalu.. Terkadang aku berpikir, bagaimana aku bisa lupa kalau setiap membuka mata saja mengingatkanku akan hal itu? Baik, buruk, senang, susah. Semua menjadi satu. Iya, memang, tahun sudah berganti. Tapi, aku tak begitu merasakan perbedaannya. Berbeda sih, tapi.. ya, seperti hari-hari pada umumnya. Beban itu tidak hilang begitu saja, dan banyak orang justru menganggapnya ringan dan bisa hilang begitu saja. Memangnya dia debu? Di sapu dan di pel saja sudah cukup? Kalau dilihat-lihat, tahun kemarin penuh makna. Mereka bilang, setahun itu telah mengajarkannya bagaimana cara untuk bangkit dan tetap kuat menghadapi waktu-waktu yang akan datang. Sebaliknya, yang kurasakan, tahun kemarin mengajarkanku untuk duduk. Duduk menghela nafas dan mengikhlaskan. Ada hal yang memang pantas dan harus diperjuangkan, dan ada hal yang memang lebih baik direlakan. Dan itu, yang ku dapat dalam hari-hari kemarin. Ketika orang bilang...

memahami diri sendiri.

diri sendiri merupakan sosok yang paling dekat dengan kita. iya, dong. memangnya, siapa lagi yang bisa nempel jadi satu raga kalau bukan, ya kita sendiri? kalau deket, lalu apa? hmm biasanya, jadi tau segalanya. tau kalau lagi senang, tau kalau lagi sedih, tau kalau lagi marah, tau kalau lagi capek, tau kalau lagi butuh bantuan. ya, harusnya begitu. tapi kadang, ngga sesimple itu. untuk tau apakah kita bahagia saja, terkadang butuh sosok lain untuk menilainya. untuk tau kalau kita sedih, kadang harus ada yang menghapus air mata yang ada, baru mengerti. bahkan, saat air mata tumpah, kadang manusia tidak tau pasti apa yang sebenarnya terjadi padanya. iya tidak? beberapa sosok bukan tidak benar-benar mengerti, tapi mereka hanya menolak untuk mengerti. seperti, hanya ingin orang lain yang membantunya dalam hidup, padahal tidak semua hal harus bergantung orang lain, iya nggak? banyak manusia yang masih harus belajar lebih jauh terkait hal terdekat dalam hidupnya, yakni dirinya sendiri. mema...

Hi!

 Hi, greetings! it's been a while, well I don't really have much words so, here's the link. please if you don't mind, kindly drop anything on it, I need to boost myself and have some idea to help me healing soo, yeah. thank you for your kindness♡ https://secreto.site/id/16026569

Enyah kau, wahai diriku.

Malam itu, Ah selalu malam. Entah mengapa suasana gelap bisa mempengaruhi emosi, yang tadinya biasa saja, bisa meledak dalam hitungan detik. Yang tadinya ingin mengubur saja, bisa justru meneriakkannya dengan sekuat tenaga.  Angin itu, berdesis di telinga. Alunan melodi lembut dari lagu yang dimainkan tidak berhasil menutup desisannya. Menggelitik manis, katanya. Lagi lagi, satu-satunya teman malam itu.  Entah dari mana asalnya, tiba-tiba bulir air membasahi pipi indah itu. Padahal, tidak ada hujan malam itu. Haha. klise. Tapi fakta. Lucu, ya? Dari yang tadinya nggak bisa berhenti ngomong, jadi lebih nyaman bungkam karena kenyataan. Dari yang tadinya gemar mempertanyakan hal kecil hingga besar, penting hingga tidak sama sekali, jadi lebih nyaman mengunci otaknya dari rasa ingin tau. Kenyataan bahwa menelan semua sendiri jauh lebih baik daripada mengeluarkannya. Haha. Lucu, banget! Rasanya, jadi benci segala hal. Bukan karena mereka salah. Tapi, ya, benci aja gitu. Kaya, kenapa...

Ekspektasi ft. Realita

Ekspektasi lebih besar dari realita. Dan ketika itu terjadi, tak ada yang dirasakan lagi selain kekecewaan. Sering ngerasa gitu nggak? Kaya, saat-saat merebahkan tubuh di atas kasur, ketika bulan mulai mengucap selamat malam, otak mulai berpikir, hari ini ternyata tidak seperti yang ku bayangkan. Semua yang normal itu mendadak menjadi tidak normal ketika kita mengingat akan ekspektasi yang sudah kita tanam sebelumnya. Sering merasa begitu? Lalu otak berusaha menenangkan hati dengan berkata, nggak papa, besok dicoba lagi, semoga lebih baik lagi. Nah, kalau begini, hati suka bingung, ini berdoa atau berharap lagi, ya? Bukannya apa, tapi cuma nggak mau jatuh lagi aja. Soalnya memar kemarin aja belum sempat terobati. Kadang, yang lebih sering menjatuhkan diri sendiri itu justri harapan serta ekspektasi yang dipelihara. Boleh saja sih memupuk harap, namun jangan lupa juga tuk memupuk realita. Seperti, berusaha untuk keduanya. Berharap dan berangan iya, namun realita juga tetap di bangun. Ja...