Bahagia itu..
Bahagia itu,... Sebentar.. Menurut kamu, bahagia itu seperti apa?
...
Haha, oke, menurut aku, bahagia itu.. Simple, tidak ada syaratnya. Bahagia itu, tidak ada takarannya. Bak buah tomat kecil yang beragam ukuran, pun warnanya. mulai dari warna merah legam, oranye, menguning, juga hijau. Sekecil kelereng, hingga sebesar genggaman. Meski beragam, tak satupun dari kita dapat memastikan mana yang manis, pun kecut. tak satupun cita rasa itu, tergambar dari tampilannya.
Setiap orang memiliki seleranya masing masing. Ada yang lebih menyukai si kecil tomat hijau, pun tomat merah raksasa. Ada yang lebih memilih kecut, ada pula yang memilih manis. tidak ada yang salah, tidak ada yang benar, semua hanya soal selera.
Sebagai makhluk paling sempurna, manusia tidak berhak menghakimi atas apapun, termasuk juga kebahagiaan seseorang. Tak satupun dari kita berhak memilihkan bahkan memaksa tomat apa yang harus orang lain cicipi. Mereka boleh memilihnya sendiri.
Dari situ kita belajar, bahwa hidup itu soal pilihan. Apapun pilihannya, itulah yang tertulis sebagai takdir kita. Sebelum kita memilih tomat apa yang hendak kita makan, kita tak bisa memastikan yang mana yang akan memiliki rasa sesuai keinginan kita. Jika hanya dipandang saja, kita tidak akan mengerti. Oleh karenanya, kita harus memberanikan diri untuk mengambil segigit tomat itu, sesuai dengan pilihan yang telah ditentukan, dan mendeskripsikan rasanya berdasar kecapan lidah kita.
Tomat ini sebuah analogi dari kebahagiaan. Bahagia setiap insan itu berbeda beda. Ada yang dapat bahagia hanya dengan hal kecil sederhana yang bahkan tak terlihat menarik seperti tomat hijau, pun bahagia karena hal besar indah seperti tomat merah yang padat. Ada yang dapat menemukan kebahagiaan dibalik kecutnya hidup, ada pula yang dapat menemukannya di hal manis yang tampak. Tak ada yang salah dari itu semua. Yang salah itu ketika, kau memaksa insan lain untuk menyantap apa yang kau suka. dengan tuntutan, ia harus menyukainya juga. Satu kondisi lagi, ketika kau selalu meminta raga lain untuk memilihkan segala opsi untukmu, dan mengesampingkan hasratmu sendiri.
Kita ini manusia, makhluk yang diberi akal dan nafsu. Itu yang membedakan kita dari makhluk lain. Akal itu dapat kita jadikan sebagai pijakan yang membantu kita untuk melakukan tindakan terbaik dari beberapa kemungkinan yang ada. Kita tidak akan pernah tau suatu kemungkinan buruk atau baik yang mungkin terjadi, sampai kita menentukan langkah selanjutnya. Sama seperti tomat, kita tidak akan tau rasa dibalik penampilannya sebelum kita mencicipinya.
Bahagia itu soal selera. Jangan terima jika datang sosok yang menawarkan kebahagiaan untukmu, karena kau tak pernah tau, apa itu kebahagiaan yang kau bisa terima, atau itu justru malah menghancurkanmu. Karena, bahagia itu tidak ada aturannya, tidak ada tolak ukurnya. Melainkan, sepenuhnya ada di tanganmu.
Meski begitu, kita tidak berhak menghakimi mengenai bahagia seseorang. Hal yang tampak dari itu, karena, biar bagaimanapun kita tak pernah tau motif dibaliknya. Kita sebagai manusia, sebaiknya menghargai setiap perbedaan penyampaian cara yang ada, guna menghargai kehadiran seseorang dalam bumi, pun menghargai sang pencipta.
Semoga ada yang mengerti.
Jadi sampai sini, terus bahagia, ya! Sengan cara terbaik yang kau inginkan, dengan menghormati pilihan raga lain.
-sei. 12.04.20.
this pic was taken by me, from my balcony, Yogyakarta, 11.04.20.
...
Haha, oke, menurut aku, bahagia itu.. Simple, tidak ada syaratnya. Bahagia itu, tidak ada takarannya. Bak buah tomat kecil yang beragam ukuran, pun warnanya. mulai dari warna merah legam, oranye, menguning, juga hijau. Sekecil kelereng, hingga sebesar genggaman. Meski beragam, tak satupun dari kita dapat memastikan mana yang manis, pun kecut. tak satupun cita rasa itu, tergambar dari tampilannya.
Setiap orang memiliki seleranya masing masing. Ada yang lebih menyukai si kecil tomat hijau, pun tomat merah raksasa. Ada yang lebih memilih kecut, ada pula yang memilih manis. tidak ada yang salah, tidak ada yang benar, semua hanya soal selera.
Sebagai makhluk paling sempurna, manusia tidak berhak menghakimi atas apapun, termasuk juga kebahagiaan seseorang. Tak satupun dari kita berhak memilihkan bahkan memaksa tomat apa yang harus orang lain cicipi. Mereka boleh memilihnya sendiri.
Dari situ kita belajar, bahwa hidup itu soal pilihan. Apapun pilihannya, itulah yang tertulis sebagai takdir kita. Sebelum kita memilih tomat apa yang hendak kita makan, kita tak bisa memastikan yang mana yang akan memiliki rasa sesuai keinginan kita. Jika hanya dipandang saja, kita tidak akan mengerti. Oleh karenanya, kita harus memberanikan diri untuk mengambil segigit tomat itu, sesuai dengan pilihan yang telah ditentukan, dan mendeskripsikan rasanya berdasar kecapan lidah kita.
Tomat ini sebuah analogi dari kebahagiaan. Bahagia setiap insan itu berbeda beda. Ada yang dapat bahagia hanya dengan hal kecil sederhana yang bahkan tak terlihat menarik seperti tomat hijau, pun bahagia karena hal besar indah seperti tomat merah yang padat. Ada yang dapat menemukan kebahagiaan dibalik kecutnya hidup, ada pula yang dapat menemukannya di hal manis yang tampak. Tak ada yang salah dari itu semua. Yang salah itu ketika, kau memaksa insan lain untuk menyantap apa yang kau suka. dengan tuntutan, ia harus menyukainya juga. Satu kondisi lagi, ketika kau selalu meminta raga lain untuk memilihkan segala opsi untukmu, dan mengesampingkan hasratmu sendiri.
Kita ini manusia, makhluk yang diberi akal dan nafsu. Itu yang membedakan kita dari makhluk lain. Akal itu dapat kita jadikan sebagai pijakan yang membantu kita untuk melakukan tindakan terbaik dari beberapa kemungkinan yang ada. Kita tidak akan pernah tau suatu kemungkinan buruk atau baik yang mungkin terjadi, sampai kita menentukan langkah selanjutnya. Sama seperti tomat, kita tidak akan tau rasa dibalik penampilannya sebelum kita mencicipinya.
Bahagia itu soal selera. Jangan terima jika datang sosok yang menawarkan kebahagiaan untukmu, karena kau tak pernah tau, apa itu kebahagiaan yang kau bisa terima, atau itu justru malah menghancurkanmu. Karena, bahagia itu tidak ada aturannya, tidak ada tolak ukurnya. Melainkan, sepenuhnya ada di tanganmu.
Meski begitu, kita tidak berhak menghakimi mengenai bahagia seseorang. Hal yang tampak dari itu, karena, biar bagaimanapun kita tak pernah tau motif dibaliknya. Kita sebagai manusia, sebaiknya menghargai setiap perbedaan penyampaian cara yang ada, guna menghargai kehadiran seseorang dalam bumi, pun menghargai sang pencipta.
Semoga ada yang mengerti.
Jadi sampai sini, terus bahagia, ya! Sengan cara terbaik yang kau inginkan, dengan menghormati pilihan raga lain.
-sei. 12.04.20.
this pic was taken by me, from my balcony, Yogyakarta, 11.04.20.
Komentar