Damai? Sambat dulu kali.

Sudah mencoba yang terbaik, masih juga salah.
Sudah mencoba tidak menyinggung, masih juga marah.
Sudah mencoba damai, masih juga ditolak.
Dikomentari,
dimarahi,
bahkan, dituduh yang nggak-nggak.

Pergi menjauh dari lingkungan, tiba-tiba saja, ditodong pisau, lalu dicopet.

Seolah bernafas saja salah. Perjuangan ibu melahirkan jadi terkesan sia-sia sekarang.

Mungkin, semua terasa jahat sekarang. Seolah, bumi berputar hanya untuk membuatmu jatuh, lagi dan lagi. Omongan orang kini terdengar lebih seperti cacian. Pujian orang hadir bak demi panjat sosial. Susah ya, hidup.

Ups. Bukan susah hidup, melainkan, susah bertahan kalau kamu terus berada di posisi itu. Di sudut pandang itu.

Mungkin terdengar klise, tapi, cobalah untuk beranjak ke sudut lain. Coba tuk lihat suatu hal dari tempat lain, selain dari tempatmu. Percaya tidak, kalau orang lain juga mungkin saja merasa keraguan, kegelisahan, kesedihan yang sama sepertimu, atau bahkan jauh lebih buruk kondisinya.

Kembali lagi pada, siapa kita berani-beraninya menilai? 
Siapa kita berhak mencap sesuatu itu buruk atau baik?

Hahah, bak bumerang yang kulepas kuat malah kembali menusukku tepat di jantung.

Terkadang susah, mengakui kita pernah berpikir serupa. Berulang kali pemikiran positif itu hadir, tapi hasilnya apa? Kita kembali pada sudut itu, duduk memeluk lutut, hanyut dalam tangisan malam.

Akui saja kalau kau pernah merasakannya. 

Semakin berbesar hati, Tuhan akan membukakan jalan untukmu. Percaya tidak, terkadang ketika kau berlari bak marathon dari ujung utara hingga selatan, kenyataannya jawaban itu ada pada dirimu sendiri. Ketika semua hal sudah kau coba, dan ya, itu tidak berhasil. Mungkin jawaban terbaiknya adalah; berdamai dengan diri sendiri.

Bagi yang sudah berhasil, pasti mengerti poinnya. Jujur saja, aku juga sering gagal untuk itu. Tapi biar ku beritau poinnya yang tampak oleh mataku.

Ketika kau mulai mencoba untuk berdamai dengan diri sendiri, maka seiring dengannya kau akan berusaha untuk ikhlas atas semua yang terjadi. Tak lagi merutuki, atau mungkin kau lebih familiar dengan kata 'sambat'. Haha. Tak bisa dipungkiri, pasti setiap orang pernah sambat. Tapi ada dari mereka yang memutuskan untuk move on dan mengikhlaskan, ada pula yang move on lalu kembali sewaktu-waktu ia mau. Mungkin itu akan sedikit mengasyikkan di awal, namun terkadang itu malah membuatmu bahkan semakin terpuruk di akhir.

Jadi, meski seluruh semesta terlihat membencimu, jangan rutuki itu. Mungkin saja karena kau terlalu spesial, hingga tak satupun dari mereka dapat mengimbangimu. Lagi, klise. Dan terdengar basi, tapi kita manusia bisa apa selain ikhlas dan melanjutkan hidup?

Berhentilah untuk merutuki diri sendiri; seharusnya aku tidak berkata itu. Seharusnya aku bisa melakukannya lebih baik. Seharusnya aku melakukan itu.

Semua seharusnya itu sebenarnya sebuah kesia-siaan jika tidak kau barengi dengan tekad dan keinginan untuk memperbaikinya. Kenapa semua kembali ke diri kita? Karena, dalam hidup kita ya semua tergantung kita, dan Tuhan. Siapa lagi yang dapat menyelamatkan kita jika kita sendiri tidak mau diselamatkan? Begitu mudahnya.

Memang menyebalkan terkadang. Harus terus-menerus mengalah. Harus terus-menerus berpura-pura baik-baik saja. Harus terus-menerus menerima jika disalahkan. Harus terus-menerus positif.

Haha. Lucu ya. Yang salah siapa, yang menang siapa. 

Tapi mengalah dan menerima bukan berarti menyerah, loh. 
Berjuanglah atas apa yang menurutmu itu benar, tapi bukan berarti kau bisa semena-mena juga. Perhatikan perbedaannya, perhatikan porsinya. Juga, tak ada salahnya dari mengalah sesekali. Buatlah lawanmu sesekali berpikir kamu lemah, sehingga ketika dia berada di atas, kau bisa lihat kelemahannya itu sembari ia meremehkanmu, kemudian menggulingnya demi menyadarkannya atas sikap arogannya itu.

Terlihat lemah tidak selalu berkonotasi buruk, kok. Tergantung bagaimana cara kau menyikapinya.

Jadi, berhenti menyalahkan diri sendiri, ya? Berhenti menyalahkan keadaan yang tak pernah berpihak padamu. Akan ada waktunya, semua kesabaran itu terbalas. Yang harus kau ingat hanya satu; kamu tidak sendiri, kok. Kamu pasti bisa. Meski harus bolak-balik masuk ruang gawat darurat, pada akhirnya, kau pasti sembuh.



-sei. 15.04.20.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tenggelam Dalam Pikiran.

Siapa?

Awal Baru